Sejarah Lahirnya Organisasi Papua Merdeka (OPM)
Posted by Aris Fourtofour on Minggu, 07 April 2013
Sejarah Lahirnya Organisasi Papua Merdeka (OPM)- Halo Sobat,
pernah dengarkan dengan yang namanya Organisasi Papua Merdeka (OPM) ?
Mungkin udah banyak Sobat yang tau dengan OPM ini. Nah, buat yang belum
tau, Kumpulan Sejarah
akan secara lengkap menyajikan informasi mengenai apa itu OPM ? Apa
yang melatarbelakangi lahirnya Organisasi Papua Merdeka (OPM) ? Berikut
informasi selengkapnya.
Sejarah Lahirnya Organisasi Papua Merdeka (OPM) |
Nama Organisasi Papua Merdeka (OPM) adalah nama yang diberikan
oleh pemerintah Republik Indonesia pada setiap organisasi atau faksi
baik di Irian Jaya maupun diluar negeri yang dipimpin oleh putra-putra
Irian Jaya pro-Papua Barat dengan tujuan untuk memisahkan atau
memerdekakan Irian Jaya (West Papua) lepas dari negara Kesatuan Republik
Indonesia. Nama OPM pertama kali diperkenalkan di Manokwari pada tahun
1964 yaitu pada saat penangkapan pimpinan "Organisasi dan Perjuangan
menuju Kemerdekaan Papua" Terianus Aronggear (SE) dan kawan-kawannya
oleh pihak keamanan dan mengajukan mereka kedepan pengadilan. Nama itu
juga semakin populer yaitu pada saat meletusnya pemberontakan bersenjata
yang dipimpin oleh Permenas Ferry Awom pada tahun 1965 di Manokwari,
serta berbagai pemberontakan atau aksi militer sporadis lainnya
diberbagai wilayah di Irian Jaya. Dalam proses pemeriksaan baik oleh
militer polisi dan jaksa, para pemimpin pemberontakan menerima baik nama
OPM yang diberikan oleh para pemeriksa (Pemerintah Indonesia) sebab
menurut mereka nama itu tepat, singkat, mudah diingat dan dipopulerkan
bila dibandingkan dengan nama Organisasi yang mereka bentuk dan berikan
itu panjang serta sulit diingat.
OPM itu lahir dan tumbuh di Irian Jaya yang pada awalnya terdiri dari 2 (dua) faksi utama yaitu organisasi atau faksi yang didirikan oleh Aser Demotekay pada tahun 1963 di Jayapura dan bergerak dibawah tanah. Faksi ini menempuh jalan kooperasi dengan pemerintah Indonesia serta mengaitkan perjuangannya dengan gerakan Cargo yang bercirikan spiritual yaitu campuran antara agama adat/gerakan Cargo dan agama Kristen. Organisasi ini muncul ke permukaan pada tahun 1970 setelah selesai PEPERA dan terus aktif membina para pengikutnya di Kabupaten Jayapura terutama di kecamatan-kecamatan pantai timur, pantai barat, Depapre dan Genyem. Salah satu anak binaan Aser Demotekay adalah Jacob Pray.
Menurut pengakuan Aser Domotekay, bentuk perjuangan yang dilakukan untuk mencapai kemerdekaan Papua atau Irian Jaya adalah kerja sama dengan pemerintah Indonesia. Ia meminta kepada pemerintah Indonesia untuk menyerahkan kemerdekaan kepada Irian Jaya sesuai dengan Janji Alkitab, Janji Leluhur dan Janji tanah ini bahwa bangsa terakhir yang terbentuk dan menuju akhir jaman adalah bangsa Papua. Dalam pembinaan massa pengikutnya, ia selalu memberikan pengarahan yang berkaitan dengan agama, adat istiadat/gerakan Cargo adat dan melarang tindakan Radikal dalam mencapai tujuan kemerdekaan Papua. Untuk mendukung aktivitasnya maka ia menulis beberapa artikel Rohani dengan menyisipkan pesan-pesan politik didalamnya. Organisasi ini tidak diberikan nama dengan tegas tapi merupakan usaha persiapan bagi kemerdekaan Papua Barat (West Papua) yang diketuai oleh Aser Demotekay, dan seorang pembantu umum. Untuk kepentingan keamanan, maka nama dari anggota organisasi lainnya tidak diungkapkan. Dalam petualangannya, Aser Demotekay yang adalah pensiunan Pegawai Negeri Sipil daerah Propinsi Irian Jaya beberapa kali harus berurusan dengan pihak keamanan yaitu ditahan dan diinterogasi, serta selalu mengaku akan perbuatannya yang dilakukan sendiri.
Secara organisasi kegiatan OPM pimpinan Aser Demotekay ini merupakan kegiatan Cargo Cults versi baru dan sangat tergantung pada Aser Demotekay sendiri apalagi dengan semakin tuanya Aser Demotekay sedang proses kaderisasi tidak dilakukan. Aktivitas OPM pimpinan Aser Demotekay ini tidak efektif apalagi tidak radikal, walaupun Jacob Pray dalam kondisi-kondisi tertentu harus memilih jalan yang radikal untuk melindungi diri serta mewujudkan keinginannya. Organisasi ini tidak mempunyai suatu perencanaan yang matang program-program apa yang harus dilakukan baik dalam jangka pendek, menengah dan jangka panjang. Adapun kegiatan yang dilakukan selama ini hanya berupa pengarahan-pengarahan, penyampaian pesan-pesan serta harapan dan dilakukan secara temporer saja sesuai dengan kesempatan dan kebutuhan. Yang dimaksudkan disini adalah bahwa wilayah kabupaten Jayapura merupakan wilayah operasi militer pada tahun-tahun 1970 hingga kini. Jadi bila rakyat dikampung-kampung mengalami hal-hal yang kurang baik dari pihak militer, maka Aser Demotekay selalu mengirim pesan agar rakyat selalu bersabar dalam menghadapi penderitaan itu sebab penderitaan itu sebentar saja dan segera akan berakhir sesuai dengan waktu Tuhan yang kian mendekat dan menuju pada kemerdekaan Papua.
Aser Demotekay juga dalam aktivitasnya tidak lepas dari bagaimana berusaha untuk berkomunikasi dengan Jacob Pray mulai dari pedalaman Irian Jaya hingga ke luar negeri. Bentuk komunikasi yang dilakukan adalah dengan mengirimkan surat melalui kurir melintasi perbatasan untuk menginformasikan berbagai peristiwa dan keadaan yang terjadi di Irian Jaya pada umumnya dan khususnya keadaan di Jayapura.
Aser Demotekay mendirikan atau membuat aktivitas ini atas 2 (dua) alasan pokok, yaitu:
OPM itu lahir dan tumbuh di Irian Jaya yang pada awalnya terdiri dari 2 (dua) faksi utama yaitu organisasi atau faksi yang didirikan oleh Aser Demotekay pada tahun 1963 di Jayapura dan bergerak dibawah tanah. Faksi ini menempuh jalan kooperasi dengan pemerintah Indonesia serta mengaitkan perjuangannya dengan gerakan Cargo yang bercirikan spiritual yaitu campuran antara agama adat/gerakan Cargo dan agama Kristen. Organisasi ini muncul ke permukaan pada tahun 1970 setelah selesai PEPERA dan terus aktif membina para pengikutnya di Kabupaten Jayapura terutama di kecamatan-kecamatan pantai timur, pantai barat, Depapre dan Genyem. Salah satu anak binaan Aser Demotekay adalah Jacob Pray.
Menurut pengakuan Aser Domotekay, bentuk perjuangan yang dilakukan untuk mencapai kemerdekaan Papua atau Irian Jaya adalah kerja sama dengan pemerintah Indonesia. Ia meminta kepada pemerintah Indonesia untuk menyerahkan kemerdekaan kepada Irian Jaya sesuai dengan Janji Alkitab, Janji Leluhur dan Janji tanah ini bahwa bangsa terakhir yang terbentuk dan menuju akhir jaman adalah bangsa Papua. Dalam pembinaan massa pengikutnya, ia selalu memberikan pengarahan yang berkaitan dengan agama, adat istiadat/gerakan Cargo adat dan melarang tindakan Radikal dalam mencapai tujuan kemerdekaan Papua. Untuk mendukung aktivitasnya maka ia menulis beberapa artikel Rohani dengan menyisipkan pesan-pesan politik didalamnya. Organisasi ini tidak diberikan nama dengan tegas tapi merupakan usaha persiapan bagi kemerdekaan Papua Barat (West Papua) yang diketuai oleh Aser Demotekay, dan seorang pembantu umum. Untuk kepentingan keamanan, maka nama dari anggota organisasi lainnya tidak diungkapkan. Dalam petualangannya, Aser Demotekay yang adalah pensiunan Pegawai Negeri Sipil daerah Propinsi Irian Jaya beberapa kali harus berurusan dengan pihak keamanan yaitu ditahan dan diinterogasi, serta selalu mengaku akan perbuatannya yang dilakukan sendiri.
Secara organisasi kegiatan OPM pimpinan Aser Demotekay ini merupakan kegiatan Cargo Cults versi baru dan sangat tergantung pada Aser Demotekay sendiri apalagi dengan semakin tuanya Aser Demotekay sedang proses kaderisasi tidak dilakukan. Aktivitas OPM pimpinan Aser Demotekay ini tidak efektif apalagi tidak radikal, walaupun Jacob Pray dalam kondisi-kondisi tertentu harus memilih jalan yang radikal untuk melindungi diri serta mewujudkan keinginannya. Organisasi ini tidak mempunyai suatu perencanaan yang matang program-program apa yang harus dilakukan baik dalam jangka pendek, menengah dan jangka panjang. Adapun kegiatan yang dilakukan selama ini hanya berupa pengarahan-pengarahan, penyampaian pesan-pesan serta harapan dan dilakukan secara temporer saja sesuai dengan kesempatan dan kebutuhan. Yang dimaksudkan disini adalah bahwa wilayah kabupaten Jayapura merupakan wilayah operasi militer pada tahun-tahun 1970 hingga kini. Jadi bila rakyat dikampung-kampung mengalami hal-hal yang kurang baik dari pihak militer, maka Aser Demotekay selalu mengirim pesan agar rakyat selalu bersabar dalam menghadapi penderitaan itu sebab penderitaan itu sebentar saja dan segera akan berakhir sesuai dengan waktu Tuhan yang kian mendekat dan menuju pada kemerdekaan Papua.
Aser Demotekay juga dalam aktivitasnya tidak lepas dari bagaimana berusaha untuk berkomunikasi dengan Jacob Pray mulai dari pedalaman Irian Jaya hingga ke luar negeri. Bentuk komunikasi yang dilakukan adalah dengan mengirimkan surat melalui kurir melintasi perbatasan untuk menginformasikan berbagai peristiwa dan keadaan yang terjadi di Irian Jaya pada umumnya dan khususnya keadaan di Jayapura.
Aser Demotekay mendirikan atau membuat aktivitas ini atas 2 (dua) alasan pokok, yaitu:
- Menurut pesan-pesan spiritual bahwa pada masa mendatang Irian Jaya harus mencapai kemerdekaannya sebagai bangsa yang terakhir dan menuju kepada akhir dari jaman ini.
- Bahwa sebagai bangsa Papua yang persoalannya dipersengketakan antara Belanda dan Indonesia tanpa melibatkan bangsa Papua itu sendiri adalah tidak Adil, maka bansa Papua harus diberikan kesempatan untuk merdeka lepas dari Indonesia dan untuk itu dipersiapkan oleh pemerintah Indonesia. Makna melibatkan bangsa Papua adalah dengan melibatkan anggota Nieuw Guinea Raad sebagai wakil bangsa Papua.
Faksi yang kedua didirikan di Manokwari pada tahun 1964 dibawah pimpinan
Terianus Aronggear (SE) yang pada mulanya bergerak dibawah tanah untuk
menyusun kekuatan melawan pemerintah Indonesia baik secara politik
maupun secara fisik bersenjata. Kegiatan ini diberi nama "Organisasi
Perjuangan Menuju Kemerdekaan Negara Papua Barat", yang kemudian lebih
dikenal dengan nama OPM.
Sebagai ketua umum organisasi tersebut, Terianus Aronggear (SE) menyusun suatu dokumen perjuangan yang ingin diselundupkan ke badan PBB di New York untuk menanyakan tentang status Irian Jaya dan meminta meninjau kembali persetujuan New York 15 Agustus 1962. Persetujuan ini dinilai tidak adil sebab tidak melibatkan wakil bangsa Papua dalam perundingan itu sebagai pihak yang dipersengketakan. Juga dokumen itu berisi suatu rancangan tentang kemerdekaan Negara Papua Barat dengan susunan Kabinetnya. Rancangan Kabinet dan dokumen yang disusun untuk dikirim ke PBB itu terlebih dahulu dikirim ke Negeri Belanda untuk mendapatkan persetujuan dari markus Kaisiepo dan Nicolaas Jouwe dan tokoh-tokoh Papua lainnya di Negeri Belanda seperti: A. J. F. Marey, Ben Tanggahma, Saul Hindom, Fred Korwa, James Manusawai, B. Kafiar, Semuel Asmuruf dan lain-lain serta Herman Womsiwor yang berdomisili di Jepang. Namun sebelum dokumen itu diserahkan Terianus Aronggear (SE) kepada Hendrik Joku di Jayapura untuk selanjutnya diselundupkan keluar negeri melalui perbatasan ke Papua New Guinea, Terianus Aronggear (SE) ditangkap di Biak pada tanggal 12 Mei 1965. Ia dikirim kembali ke Manokwari lalu dimasukan kedalam sel tahanan dan mengalami proses pemeriksaan oleh pihak keamanan. Melalui pemeriksaan tersebut maka seluruh dokumen disita, kegiatan ini terbongkar dan penangkapan terhadap para anggota organisasi dilakukan. Hendrik Joku, setelah mendengar berita tentang tertangkapnya Terianus Aronggear (SE), melarikan diri ke Papua New Guinea dan menginformasikan berita itu ke Negeri Belanda kepada Markus Kaisiepo dan Nicolaas Jouwe. Dokumen itu antara lain juga berisi permintaan agar PBB segera membuka sidang umum agar membahas kembali masalah Irian Jaya, dan menyetujui dan mendukung kemerdekaan bagi bangsa Papua Barat (West Papua) sebagai suatu bangsa dan Negara yang berdaulat yang berdiri sendiri.
Setelah Terianus Aronggera (SE) dan kawan-kawannya Horota, Taran, Watofa tertangkap maka Permenas Ferry Awom dan kawan-kawannya yang bekas PVK melakukan suatu pemberontakan bersenjata di Manokwari secara besar-besaran dengan mulai menyerang kaserme/asrama militer (ex. PVK) di Arfai pada tanggal 28 Juli 1965. Kegiatan pemberontakan yang dilakukan OPM itu menimbulkan berbagai gangguan terhadap keamanan dan ketertiban di wilayah Irian Jaya dan juga ikut mengacaukan keadaan sehingga pada masa Acub Zainal menjadi Panglima Komando Daerah Militer (KODAM) XVII Cenderawasih yang ke-V pada tahun 1970-1973 mengubah dan memberikan nama Gerakan Pengacau Keamanan (GPK) dan Gerakan Pengacau Liar (GPL) kepada OPM.
Menurut Victor Kaisiepo, OPM itu lahir dari faksi perjuangan yang ada dan dibentuk di Irian Jaya/Papua Barat. Faksi-faksi itulah yang mengirimkan berita/informasi kepada pemimpin Papua yang memilih ikut Belanda ke negeri Belanda agar sama-sama berjuang untuk kemerdekaan Papua Barat. Semula Markus Kaisiepo dan Nicolaas Jouwe ragu-ragu terhadap perjuangan untuk kemerdekaan Papua. Namun setelah mendapatkan informasi tentang perjuangan di Irian Jaya, maka mereka mulai menyusun rencana perjuangan baik politik maupun militer untuk mendukung aktivitas atau perjuangan kemerdekaan di Irian Jaya yang dilakukan oleh OPM. Mereka juga memutuskan untuk menggunakan nama OPM sebagai suatu nama kesatuan dalam perjuangan Bangsa Papua Barat (West Papua).
Jelaslah bahwa OPM itu lahir dan dibentuk di Irian Jaya, dikenal dan disebarkan khususnya oleh faksi pimpinan Terianus Aronggera (SE) di Manokwari. Jadi dapat dikatakan bahwa fakta tentang lahirnya OPM itu sudah terungkap sehingga menghilangkan berbagai spekulasi selama ini. Berbagai spekulasi yang muncul selama ini misalnya oleh pemerintah Indonesia bahwa OPM itu dibentuk oleh Belanda dengan tokoh-tokohnya yakni Markus Kaisiepo, Nicolaas Jouwe dan kawan-kawan. Atau OPM itu lahir di pedalaman Irian Jaya melalui berbagai kegiatan pemberontakan.
Mengenai Bendera, OPM dipimpin Terianus Aronggera (SE) tetap menggunakan bendera Papua rancangan Mr. De Rijke yang dikibarkan pertama kali pada tanggal 1 November 1961 sedangkan OPM pimpinan Aser Demotekay merancang suatu bendera baru.
Menurut Dinas Sejarah Militer Kodam XVII Cenderawasih, ada lima sebab yang menyebabkan pemberontakan OPM, yaitu:
1. Aspek Politik
Sebagai ketua umum organisasi tersebut, Terianus Aronggear (SE) menyusun suatu dokumen perjuangan yang ingin diselundupkan ke badan PBB di New York untuk menanyakan tentang status Irian Jaya dan meminta meninjau kembali persetujuan New York 15 Agustus 1962. Persetujuan ini dinilai tidak adil sebab tidak melibatkan wakil bangsa Papua dalam perundingan itu sebagai pihak yang dipersengketakan. Juga dokumen itu berisi suatu rancangan tentang kemerdekaan Negara Papua Barat dengan susunan Kabinetnya. Rancangan Kabinet dan dokumen yang disusun untuk dikirim ke PBB itu terlebih dahulu dikirim ke Negeri Belanda untuk mendapatkan persetujuan dari markus Kaisiepo dan Nicolaas Jouwe dan tokoh-tokoh Papua lainnya di Negeri Belanda seperti: A. J. F. Marey, Ben Tanggahma, Saul Hindom, Fred Korwa, James Manusawai, B. Kafiar, Semuel Asmuruf dan lain-lain serta Herman Womsiwor yang berdomisili di Jepang. Namun sebelum dokumen itu diserahkan Terianus Aronggear (SE) kepada Hendrik Joku di Jayapura untuk selanjutnya diselundupkan keluar negeri melalui perbatasan ke Papua New Guinea, Terianus Aronggear (SE) ditangkap di Biak pada tanggal 12 Mei 1965. Ia dikirim kembali ke Manokwari lalu dimasukan kedalam sel tahanan dan mengalami proses pemeriksaan oleh pihak keamanan. Melalui pemeriksaan tersebut maka seluruh dokumen disita, kegiatan ini terbongkar dan penangkapan terhadap para anggota organisasi dilakukan. Hendrik Joku, setelah mendengar berita tentang tertangkapnya Terianus Aronggear (SE), melarikan diri ke Papua New Guinea dan menginformasikan berita itu ke Negeri Belanda kepada Markus Kaisiepo dan Nicolaas Jouwe. Dokumen itu antara lain juga berisi permintaan agar PBB segera membuka sidang umum agar membahas kembali masalah Irian Jaya, dan menyetujui dan mendukung kemerdekaan bagi bangsa Papua Barat (West Papua) sebagai suatu bangsa dan Negara yang berdaulat yang berdiri sendiri.
Setelah Terianus Aronggera (SE) dan kawan-kawannya Horota, Taran, Watofa tertangkap maka Permenas Ferry Awom dan kawan-kawannya yang bekas PVK melakukan suatu pemberontakan bersenjata di Manokwari secara besar-besaran dengan mulai menyerang kaserme/asrama militer (ex. PVK) di Arfai pada tanggal 28 Juli 1965. Kegiatan pemberontakan yang dilakukan OPM itu menimbulkan berbagai gangguan terhadap keamanan dan ketertiban di wilayah Irian Jaya dan juga ikut mengacaukan keadaan sehingga pada masa Acub Zainal menjadi Panglima Komando Daerah Militer (KODAM) XVII Cenderawasih yang ke-V pada tahun 1970-1973 mengubah dan memberikan nama Gerakan Pengacau Keamanan (GPK) dan Gerakan Pengacau Liar (GPL) kepada OPM.
Menurut Victor Kaisiepo, OPM itu lahir dari faksi perjuangan yang ada dan dibentuk di Irian Jaya/Papua Barat. Faksi-faksi itulah yang mengirimkan berita/informasi kepada pemimpin Papua yang memilih ikut Belanda ke negeri Belanda agar sama-sama berjuang untuk kemerdekaan Papua Barat. Semula Markus Kaisiepo dan Nicolaas Jouwe ragu-ragu terhadap perjuangan untuk kemerdekaan Papua. Namun setelah mendapatkan informasi tentang perjuangan di Irian Jaya, maka mereka mulai menyusun rencana perjuangan baik politik maupun militer untuk mendukung aktivitas atau perjuangan kemerdekaan di Irian Jaya yang dilakukan oleh OPM. Mereka juga memutuskan untuk menggunakan nama OPM sebagai suatu nama kesatuan dalam perjuangan Bangsa Papua Barat (West Papua).
Jelaslah bahwa OPM itu lahir dan dibentuk di Irian Jaya, dikenal dan disebarkan khususnya oleh faksi pimpinan Terianus Aronggera (SE) di Manokwari. Jadi dapat dikatakan bahwa fakta tentang lahirnya OPM itu sudah terungkap sehingga menghilangkan berbagai spekulasi selama ini. Berbagai spekulasi yang muncul selama ini misalnya oleh pemerintah Indonesia bahwa OPM itu dibentuk oleh Belanda dengan tokoh-tokohnya yakni Markus Kaisiepo, Nicolaas Jouwe dan kawan-kawan. Atau OPM itu lahir di pedalaman Irian Jaya melalui berbagai kegiatan pemberontakan.
Mengenai Bendera, OPM dipimpin Terianus Aronggera (SE) tetap menggunakan bendera Papua rancangan Mr. De Rijke yang dikibarkan pertama kali pada tanggal 1 November 1961 sedangkan OPM pimpinan Aser Demotekay merancang suatu bendera baru.
Menurut Dinas Sejarah Militer Kodam XVII Cenderawasih, ada lima sebab yang menyebabkan pemberontakan OPM, yaitu:
1. Aspek Politik
Pada masa pemerintahan Belanda, pemerintah Belanda menjanjikan kepada
rakyat Papua untuk mendirikan suatu negara (boneka) Papua yang terlepas
dari negara Republik Indonesia. Beberapa pemimpin putra daerah yang
pro-Belanda mengharapkan akan mendapatkan kedudukan yang baik dalam
negara Papua tersebut. Janji pemerintah Belanda itu tidak dapat
direalisir sebab Irian Jaya harus diserahkan kepada Indonesia melalui
perjanjian New York 1962. Walaupun dalam perjanjian itu terdapat pasal
tentang hak untuk menentukan nasib sendiri, namun pelaksanaannya
diserahkan kepada Indoenesia dan disaksikan oleh pejabat PBB. Apalagi
pada tahun 1965 menyatakan keluar dari PBB, sehingga dukungan dari PBB
tidak dapat diharapkan lagi.
2. Aspek Ekonomis
Pada tahun 1964, serta tahun-tahun 1965 dan 1966, keadaan ekonomi di
Indonesia pada umumnya sangat buruk, dan memberikan pengaruh yang sangat
terasa di Irian Jaya. Penyaluran barang-barang kebutuhan pangan dan
sandang ke Irian Jaya macet dan sering terlambat ditambah pula dengan
tindakan para petugas Republik Indonesia di Irian Jaya yang memborong
barang-barang yang ada di toko dan mengirimnya ke luar Irian Jaya untuk
memperkaya diri masing-masing. Akibatnya Irian Jaya mengalami kekurangan
pangan dan sandang. Kondisi yang demikian ini tidak pernah dialami oleh
rakyat Irian Jaya pada masa penjajahan pemerintah Belanda.
3. Aspek Psychologis
Rakyat Irian Jaya pada umumnya berpendidikan kurang atau rendah
diwilayah pesisir pantai dan di wilayah pedalaman tidak berpendidikan,
sehingga mereka kurang berpikir secara kritis. Hal ini menyebabkan
mereka mudah dipengaruhi. Mereka lebih banyak dipengaruhi emosi daripada
pikiran yang kritis dan sehat dalam menghadapi suatu permasalahan. Bila
suatu janji itu tidak ditepati maka sikap mereka akan berubah sama
sekali. Misalnya sebagai bukti dalam hal ini adalah Mayor Tituler
Lodwijk Mandatjan yang menyingkir 2 (dua) kali ke pedalaman Manokwari
tetapi kembali lagi dan mengaku taat kepada pemerintah Indonesia.
4. Aspek Sosial
Pada masa Belanda para pejabat pemerintah lokal di Irian Jaya pada
umumnya diangkat dari kalangan kepala suku (dibanding dengan di Jawa
dimana Belanda mengangkat pegawai dari golongan Priyayi). Kalau mereka
itu memberontak maka mereka akan mendapat dukungan dan pengaruh dari
sukunya serta dalam suasana yang genting pada kepala suku itu harus
berada ditengah-tengah sukunya itu. Misalnya, Lodwijk Mandatjan.
5. Aspek Ideologis
Di kalangan rakyat Irian Jaya hidup suatu kepercayaan tentang seorang
pemimpin besar sebagai Ratu Adil yang mampu membawa masyarakatnya kepada
kehidupan yang lebih baik atau makmur. Gerakan ini di Biak disebut
gerakan Koreri (Heilstaat) atau Manseren Manggundi. Kepercayaan ini yang
memberikan motivasi bagi pemberontakan yang dipimpin oleh M. Awom di
Biak, dimana M. Awom dianggap sebagai pimpinan besar menyerupai Nabi
Musa yang oleh para pengikutnya dianggap Sakti.
Selanjutnya berdasarkan dengan hasil wawancara dengan beberapa tokoh OPM baik didalam dan diluar Negeri maka diperoleh sebab-sebab pemberontakan sebagai berikut:
Selanjutnya berdasarkan dengan hasil wawancara dengan beberapa tokoh OPM baik didalam dan diluar Negeri maka diperoleh sebab-sebab pemberontakan sebagai berikut:
- Rasa Nasionalisme Papua, senasib dan seperjuangan untuk berjuang bagi kemerdekaan bangsa dan negara Papua Barat (West Papua).
- Hendak meningkatkan dan mewujudkan janji Belanda yang tidak sempat direalisir akibat Integrasi dengan Indonesia secara Paksa dan TidakAdil.
- Persetujuan politik antara Belanda dan Indonesia yang melahirkan perjanjian New York 1962 itu tidak melibatkan bangsa Papua (Wakilnya) sebagai bangsa dan tanah air yang dipersengketakan.
- Latar belakang sejarah yang berbeda antara rakyat Papua Barat dan bangsa Indonesia.
- Masih terdapat perbedaan Sosial, Ekonomi dan Politik antara bangsa Papua dan Bangsa Indonesia.
- Tereksploitasi hasil dari Papua Barat yang dilakukan secara besar-besaran untuk bangsa Indonesia, sedangkan rakyat Papua Barat tetap miskin dan terbelakang.
- Tekanan terhadap rakyat Papua yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia sejak awal Integrasi hingga saat ini.
- Hendak mewujudkan cita-cita dari gerakan Cargo, yaitu suatu bangsa dan Papua Barat yang Makmur di akhir Jaman.
Dari berbagai alasan atau sebab-sebab pemberontakan OPM sebagaimana
diuraikan diatas, maka disimpulkan bahwa pemberontakan OPM di Irian Jaya
terjadi karena "Ketidakpuasan terhadap keadaan, kekecewaan, dan telah
tumbuh suatu kesadaran Nasionalisme Papua Barat".
Ketidakpuasan terhadap keadaan ekonomi yang buruk pada awal integrasi dan terutama pada tahun-tahun 1964 , 1965 dan 1966 dan juga terhadap sikap aparat pemerintah dan Keamanan yang tidak terpuji. Juga tidak puas terhadap sikap memandang rendah atau sikap menghina orang Irian yang sering sengaja ataupun tidak sengaja menggeneralisir keadaan suatu suku dengan suku-suku lainnya seperti: Pakai Koteka`, "masih biadab", "Goblok, Jorok", dan lain sebagainya dimana pada masa pemerintahan Belanda ungkapan-ungkapan demikian tidak pernah atau dengan mudah diucapkan kepada orang Irian.
Ketidakpuasan terhadap keadaan ekonomi yang buruk pada awal integrasi dan terutama pada tahun-tahun 1964 , 1965 dan 1966 dan juga terhadap sikap aparat pemerintah dan Keamanan yang tidak terpuji. Juga tidak puas terhadap sikap memandang rendah atau sikap menghina orang Irian yang sering sengaja ataupun tidak sengaja menggeneralisir keadaan suatu suku dengan suku-suku lainnya seperti: Pakai Koteka`, "masih biadab", "Goblok, Jorok", dan lain sebagainya dimana pada masa pemerintahan Belanda ungkapan-ungkapan demikian tidak pernah atau dengan mudah diucapkan kepada orang Irian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar